Namaku Dian Falutfi Zahra.. aku sekarang sedang
menempuh pendidikan pada salah satu perguruan tinggi di Bandung. Kali ini aku
akan menceritakan kisahku dimasa lalu yang menurutku banyak hal yang memalukan.
Kisah ini berawal saat aku duduk di bangku sekolah
dasar di Kota Metro. Mungkin kedengerannya aku ini anak peremuan yang kegatelan
kali ya. Masa masih SD main cinta-cintaan. Kayak tau aja cinta itu apa.
Makannya aku menamakan tulisan ini cinta monyet. Karena bisa dibilang AKG atau
Anak Keburu Gede.
Awal aku duduk dibangku kelas paling bawah, aku
masih cupu secupu – cupunya manusia. Aku bahkan menghabiskan waktuku hanya
untuk menghafal nama-nama temen sekelas. Dan hanya ada 3 orang orang yang udah
melekat namanya di pikiran ku. Yaitu Okti, Zeni, dan Rizka. Maklum kami dulu
juga mendiami taman kanak-kanak bersama.
Setiap hari aku hanya bermain dengan mereka bertiga.
Okti adalah cewek yang tomboy. Dia paling berani diantara kami berempat. Jadi
kalo ada dia, kami pasti merasa aman. Zeni adalah cewek yang bisa dibilang
feminin banget ya. Dia suka memperhatikan penampilannya. Waktu itu pasti kalo
kesekolah rambutnya selalu diikat 2. Rizka adalah cewek yang agak kalem, dia
yang paling –tidak banyak ulah- diantara kami berempat.
Dikelas pertama ini memang kami habiskan untuk
bermain dan diselingi dengan belajar. Bukan belajar diselingi dengan bermain. Hahahha
Dan dikelas ini pula aku merasakan rasanya mendapat
peringkat pertama. Aku berusaha untuk mempertahankan peringkatku. Tapi apa
daya, posisi terbaikku direbut oleh anak laki-laki yang bisa dibilang dia
pinter ya,.
Sejak saat itu aku hanya mentok di peringkat 2. Dan
saat itu juga dia jadi musuh terberatku.
Ngomong-ngomong aku belum
memperkenalkan namanya siapa ya, oke.. namanya Annas. Udah.. cukup gitu aja.
Dikelas 2, dia semakin menebarkan sayap-sayapnya.
Merangkul semua guru dan wanita – wanita yang ada dikelas. Cuiiiihh.
Bukanya cemburu lho ya, tapi gimana ya... agak nggak
suka aja kalo aku kalah dari dia
Dan ada yang lebih parahnya lagi.
Aku sebangku sama dia. Ya Allah...
Hal yang paling aku suka kalo pembagian rapor pada
semester terakhir. Selain mengira – ngira naik kelas atau tidak dan siapa yang
bakal tinggal dikelas, aku juga penasaran.. emmm
Kira-kira siapa ya yang bakal dapet peringkat
pertama.
Pengumuman peringkat 3 besar dan pembagian hadiah
selalu dilakukan di lapangan sekolah. Disaksikan seluruh siswa, dewan guru dan
warga sekolah lainnya.
Inilah yang selalu membuatku bangga dan ketagihan
untuk selalu mendapatkan peringkat setiap tahunnya.
Sialllllll !
Lagi – lagi aku peringkat 2 dan dia peringkat pertama. Berdiri disebelahnya
saat menerima pembagian hadiah rasanya bener-bener nggak ikhlas.
“Harusnya aku yang dapet peringkat pertama” dalam
hati teriak-teriak kayak gitu sambil nangis guling-guling. Dalam hati loh ya,
kalo kenyataannya ya nggak gitu juga kali.
Dia
melirikku sambil mengeluarkan senyum iblis nya.
Yang kayaknya senyumnya itu bilang gini “selamat ya dapet peringkat 2”
kalo liat dia senyum kayak gitu rasanya pengen aku cekik itu orang.
Semakin tingginya kelas semakin banyak yang
menggilai dia. Yang kalo nggak salah saat itu ada satu anak perempuan yang
nempelin dia terus. Namanya Ipah. Rambunya item dan keriting, badannya lumayan
tinggi. Dialah paling frontal dan nggak malu-malu nunjukkin kalo dia suka sama si
nomer 1 dikelas itu.
Ada satu kejadian yang masih aku inget jelas. Waktu
itu aku lagi ngobrol sama Annas. Ntah apa yang waktu itu kita obrolin, udah
lupa *maklum udah lama*. Dengan tanpa dosa wanita jadi-jadian itu datang tanpa
diundang. Langsung aja ngeluarin sapu tangan dari sakunya dan basuh keringatnya
Annas yang bercucuran. Maklum Annas agak berlebih dalam memproduksi keringat.
Tapi dia nggak bau tuh, dia malah wangi lho.
*eh eh ini malah bahas apa sih. balik ke cerita*
Ngeliat kejijikan didepan mataku itu rasanya pengen
muntah-muntah deh pokoknya. Apa-apaan coba. Takut bener itu cowok aku rebut,
ambil aja sana ambil. Lebih kurang kayak gitu perasaan ku.
Yang paling mengejutkan itu, mereka berdua *iya
Annas sama Ipah. Sapa lagi* sama-sama dapet peringkat pertama.
“Mentang-mentang duduk sebangku, peringkatnya juga
sama. Jangan-jangan Ipah nyontek Annas tuh” curhat ku kepada 5 sahabatku.
Ya,. Aku punya 5 sahabat terbaik.Yaitu Okti, Zeni,
Rizka, Ratih dan Tia. Kami selalu menghabiskan waktu bersama-sama. *bahkan sampai saat ini loh. prok prok prok*
Sepertinya juga diantara kami berlima, ada yang
menyukai laki-laki yang sama. Kayaknya Okti dan Zeni sama-sama merebutkan... ya
sapa lagi kalo bukan. Tau kan? tau kan?
Akhirnya makhluk yang namanya Ipah itu angkat kaki
dari sekolah. Dia pindah sekolah. Dimana dan kenapanya aku nggak tau dan nggak
berusaha cari tau. Yang jelas aku seneeeengggg banget *ntah kenapa seneng aja* *laugh devil*
Langsung ceritanya lompat ke kelas 5 aja deh ya, agak
capek ngetiknya nih.
Oke dikelas 5 banyak cewek yang mulai –menampakkan
kesukaannya- sama Annas. Bahkan sahabatku sendiri Okti dan Zeni secara
terang-terangan menunjukkan rasa sukanya.
Astagaaaaa.....o.O
Okti si tomboy yang nyaris laki itu bahkan sering membuat keributan-keributan
kecil hanya untuk sekedar menarik perhatian Annas. Bahkan dia sering
menceritakan hal-hal yang dia lakukan itu. Sebagai pendengar, aku cukup paham,
bahkan paham banget kalo Okti suka sama Annas.
Sejak saat itu aku sadar. Aku hanya pemeran figuran
yang tidak punya kedudukan penting hanya untuk bisa dilirik sama Annas. Sekedar
untuk mencari masalah agar aku bisa berlarian bersamanya pun aku tak mampu.
Aku nggak tau kapan rasa kesel dan benci karena
peringkat ku direbut olehnya itu menjadi rasa yang awalnya kagum menjadi rasa
yg aku nggak tau apa namanya.
Waktu itu aku bener-bener bingung. Aku harus cerita
sama siapa.
Nggak mungkin aku cerita sama sahabat terdekatku Okti atau Zeni. Aku bisa di
bunuh atau ditelan hidup-hidup kalo aku bilang aku juga su.... ah sudah lah.
Mereka sahabatku. Aku juga bahagia kok kalo salah
satu diantara mereka mendapatkan Annas.
Perlahan-lahan Zeni mundur, dia tampaknya dekat
dengan temen sekelas juga. Namanya Ipan, lengkapnya M. Irfan Syah. Mungkin Zeni
nyerah soalnya nggak ada titik terang buat dapetin dia. Akhirnya peluang Okti
untuk mendapatkan Annas semakin besar. Ia ‘merasa’ tidak punya saingan. Jadi
dia semakin leluasa.
Suatu hari saat pulang sekolah. Ntah ada angin apa,
Annas sengaja pulang lewat arah yang sama dengan ku. Sepeda kami melaju dengan
tidak terlalu kencang sambil menceritakan hal-hal yang tidak penting.
Bahkan saat itu bibirku terlalu lancang, aku bilang kalo Okti suka sama dia.
Dia kayaknya cuma diem aja waktu itu. Itu yang buat aku makin penasaran sama
dia.
Jelas-jelas dari dulu banyak yang suka sama dia tapi
kenapa nggak ada yang ‘berhasil’ dapatin dia. Bahkan dia sering digosipin dekat
dengan benyak cewek tapi lagi-lagi nggak ada yang dapet ‘status’ sebagai
pacarnya.
Jadi siapa yang sebenernya dia suka??
Itu yang buat aku semakin penasaran dan juga bingung.
Semakin dekat dengan rumah Okti aku nyuruh dia untuk
jalan lebih dulu. Biar Okti nggak ngira kita pulang bareng. Akhirnya dia
ninggalin aku yang masih nampak bodoh diatas sepeda.”kenapa aku bilang kalo
Okti suka sama dia? Bodoh bodoh bodoh”
Aku melewati rumah Okti seperti pencuri yang
berhasil mengambil sekeping uang emasnya yg paling berharga.
Syukurlah dia nggak tau. Huuuffftttt.
Ternyata dugaanku salah. Dia tau kalo aku pulang
sama Annas. Dia marah. Dia menuduh aku merebut Annas dari dia. Jujur, aku
(lagi-lagi) terpojok. Selalu aja aku dituduh merebut Annas. Padahal Annas juga
nggak suka sama aku. Pokoknya selalu aku yang disalahkan.
Sejak saat itu Okti mulai jarang menceritakan
perasaannya tentang Annas. Mungkin dia masih kesel sama aku.
Suatu hari Okti sakit dan nggak masuk sekolah. Hal
yang aku inget dia pengen banget dijengukin sama Annas. Akhirnya aku maksa
Annas buat jengukin okti dirumahnya. Ya.. kami datang berdua kerumah Okti.
Senyum Okti lebar banget waktu itu. Rasa bahagianya meletup – letup karena
dapet perhatian yang lebih dari Annas. Kami masuk kekamar Okti. Seperti biasa,
Annas selalu buat kekacauan. Kamar Okti dibuatnya berantakan.
Aku memilih pulang, aku sadar kehadiranku disana hanya pengganggu yang harus
disingkirkan. Tapi lagi-lagi aku harus memaksa bibirku untuk melempar sedikit
senyuman ke sahabat terbaikku itu.
Kenaikan kelas ketingkat teratas di Sekolah Dasar ini cukup
mengejutkan.
Annas pindah sekolah.
Ntah kenapa yang jelas tidak ada yang tau alasan
kepindahan dia. Ada rasa senang dan juga..sedih...
Aku senang karena saingan terberatku hilang, tapi
aku juga sedih.
Ntah kenapa aku juga nggak tau.
Sejak saat itu selera belajarku agak hilang. Secara
nggak langsung dia membuat aku bersemangat untuk belajar biar dapet peringkat
pertama. Tapi waktu dia nggak ada, ada sesuatu yang kosong. Disini. Dihatiku.
Rasa nggak adil, nggak terima semua bercampur jadi
satu. Dia ninggalin aku disini. Tanpa alesan yang jelas kenapa dia mendadak
pergi.
AKU BENCI DIA.
Tiga tahun berjalan. Walaupun rumah kami tidak
terlalu jauh tapi kami seperti 2 manusia yang tidak saling mengenal.
Sampai akhirnya, aku menemukan dia lagi. Di SMA.
Dan dia.. KAKAK KELASKU.
Rasa benci itu masih ada.
Kami tidak pernah bertegur sapa. Berperan sebagai orang asing yang tidak pernah
kenal dan berpura-pura tidak pernah mengalami masa lalu yang sama.
Munafik memang..
Sebagian besar masa lalu ku ada DIA. Dan kini aku berpura-pura tidak
mengenalnya. Itu terlalu berat buat aku.
Tahun demi tahun berlalu...
Bahkan aku sudah tidak ingin membahas masa lalu itu lagi. Terlalu rumit untuk dijabarkan
dan dijelaskan. Bahkan juga sulit diceritakan dalam bentuk tulisan.
Aku kini sudah menjalin hubungan dengan laki-laki
yang aku cintai.
Melupakan semua masa lalu itu. Hanya sesekali saja aku ingin mengingatknya.
Karena laki-laki ku tidak ingin aku mengingatnya lagi. Hidup harus terus
berjalan kan?
Dia seorang Customs. Dan aku sayang sama dia.
Walaupun
kami harus LDR tapi kami saling menjaga satu sama lain.
Dia bernama ANNAS AMIRUDDIN.
Ya.. dia kembali padaku.